(: Bukan orang lain yang menentukan hidup kita, tapi kita sendiri yang menentukan hidup kita sendiri.. Tentukan pilihan terbaik untuk hidupmu yang sesuai dengan Dien Al-Islam.. :)

Kamis, 27 September 2012

Umar bin Abdul Aziz

Biografi

Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf lahir pada tahun 63 H / Februari, 682 M. Ayahnya bernama Abdul Aziz bin Marwan, pernah menjabat sebagai gubernur Mesir dan merupakan adik dari Khalifah Abdul Malik. Ibunya bernama Laila binti Ashim bin Umar bin Khaththab. Umar bin Abdul Aziz mempunyai gelar Umar II karena masih satu nasab dengan Khulafaur Rasyidin keempat, yaitu Umar bin Khaththab dan sewaktu menajdi khalifah, kepemimpinannya seperti 4 Khulafaur Rasyidin, sehingga dia pernah dijuluki Khulafaur Rasyidin ke-5. Gelar lainnya adalah Abu Hafs, nasabnya A-Qurasyi Al-Umawi.

Istri pertamanya adalah wanita yang salehah dari kalangan kerajaan Bani Umayah, ia merupakan putri dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan yaitu Fatimah binti Abdul Malik. Ia memiliki nasab yang mulia; putri khalifah, kakeknya juga khalifah, saudara perempuan dari para khalifah, dan istri dari khalifah yang mulia Umar bin Abdul Aziz, namun hidupnya sederhana. Istrinya yang lain adalah Lamis binti Ali, Ummu Utsman bin Syu’aib, dan Ummu Walad. Umar bin Abdul Aziz mempunyai empat belas anak laki-laki, di antara mereka adalah Abdul Malik, Abdul Aziz, Abdullah, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Bakar, Al-Walid, Musa, Ashim, Yazid, Zaban, Abdullah, serta tiga anak perempuan, Aminah, Ummu Ammar dan Ummu Abdillah.

Umar bin Abdul Aziz mempunyai ciri-ciri fisik yaitu berkulit cokelat, berwajah lembut dan tampan, berperawakan ramping, berjanggut rapi, bermata cekung, dan di keningnya terdapat bekas luka akibat sepakan kaki kuda. Ada pula yang mengatakan, ia berkulit putih, berwajah lembut dan tampan, berperawakan ramping dan berjenggot rapi.

Ada kisah Umar bin Khaththab mengenai kelahiran Umar bin Abdul Aziz. Cerita ini dikisahkan oleh Abdullah bin Zubair bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya yang bernama Aslam. Ia menuturkan, “Suatu malam aku sedang menemani Umar bin Khattab berpatroli di Madinah. Ketika beliau merasa lelah, ketika beliau merasa lelah, beliau bersandar ke dinding di tengah malam, beliau mendengar seorang wanita berkata kepada putrinya, ‘Wahai putriku, campurlah susu itu dengan air.’ Maka putrinya menjawab, ‘Wahai ibunda, apakah engkau tidak mendengar maklumat Amirul Mukminin hari ini?’ Ibunya bertanya, ‘Wahai putriku, apa maklumatnya?’ Putrinya menjawab, ‘Dia memerintahkan petugas untuk mengumumkan, hendaknya susu tidak dicampur dengan air.’ Ibunya berkata, ‘Putriku, lakukan saja, campur susu itu dengan air, kita di tempat yang tidak dilihat oleh Umar dan petugas Umar.’ Maka gadis itu menjawab, ‘Ibu, tidak patut bagiku menaatinya di depan khalayak demikian juga menyelesihinya walaupun di belakang mereka.’ Sementara Umar mendengar semua perbincangan tersebut. Maka dia berkata, ‘Aslam, tandai pintu rumah tersebut dan kenalilah tempat ini.’ Lalu Umar bergegas melanjutkan patrolinya.


Di pagi hari Umar berkata, ‘Aslam, pergilah ke tempat itu, cari tahu siapa wanita yang berkata demikian dan kepada siapa dia mengatakan hal itu. Apakah keduanya mempunyai suami?’ Aku pun berangkat ke tempat itu, ternyata ia adalah seorang gadis yang belum bersuami dan lawan bicaranya adalah ibunya yang juga tidak bersuami. Aku pun pulang dan mengabarkan kepada Umar. Setelah itu, Umar langsung memanggil putra-putranya dan mengumpulkan mereka, Umar berkata, ‘Adakah di antara kalian yang ingin menikah?’ Ashim menjawab, ‘Ayah, aku belum beristri, nikahkanlah aku.’ Maka Umar meminang gadis itu dan menikahkannya dengan Ashim. Dari pernikahan ini lahir seorang putri yang di kemudian hari menjadi ibu bagi Umar bin Abdul Aziz.”

Diriwayatkan bahwa pada suatu malam Umar bin Khattab bermimpi, dia berkata, “Seandainya mimpiku ini termasuk tanda salah seorang dari keturunanku yang akan memenuhinya dengan keadilan (setelah sebelumnya) dipenuhi dengan kezaliman. Abdullah bin Umar mengatakan, “Sesungguhnya keluarga Al-Khattab mengira bahwa Bilal bin Abdullah yang mempunyai tanda di wajahnya.” Mereka mengira bahwa dialah orang yang dimaksud, hingga Allah kemudian menghadirkan Umar bin Abdul Aziz.

Kehidupan Awal

Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Abu Hurairah, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, dimana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Abdul-Malik dan menikah dengan anak perempuannya Fatimah. Ayah mertuanya kemudian segera meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I.

Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada saat itu, Umar membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan al-Walid I untuk memberhentikan Umar. al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.

Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan khalifah yang kontroversial untuk memperluas area di sekitar masjid Nabawi sehingga rumah Rasulullah ikut direnovasi. Umar membacakan keputusan ini di depan penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al Musayyib sehingga banyak dari mereka yang mencucurkan air mata. Berkata Said Al Musayyib: "Sungguh aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana"

Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara al-Walid, Sulaiman. Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar selalu mengagumi Umar, dan menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat pemilihan khalifah dan menunjuk Umar.


Sulaiman bin Abdul-Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul-Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.


Suatu hari, Sulaiman mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah. Sulaiman bertanya kepada Umar "Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?" dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih. Namun jawab Umar, "Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya". Khalifah Sulaiman berkata lagi "Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?" Balas Umar lagi, "Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia". Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.

Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau, "Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?". Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku melihat Umar bin Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan darai kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, beliau memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.

Menjadi Khalifah

Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini".

Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki". Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.

Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur. Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?". Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini". "Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu. Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat". Apa pula kata anaknya apabila mengetahui ayahnya Amirul Mukminin yang baru “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggungjawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar ibn Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya mendekati beliau, mengucup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku.

Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Dihujung khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas al-Quran, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” Beliau kemudian duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung Umar bin Abdul Aziz.

Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jawatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw’’ Isterinya juga turut mengalir air mata.

Umar bin Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempoh 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan kepada sesiapa yang tiada pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain.

Kisah Teladan I

Suatu hari Umar bin Abdul Aziz menyewa seekor unta dari seorang pemilik unta untuk perjalanan ke luar kota. Di tengah perjalanan yang kanan dan kirinya penuh dengan pepohonan, tiba-tiba serban Umar tersangkut pohon dan jatuh ke tanah. Setelah satu kilometer, Umar baru diberi tahu bahwa serbannya terseret pohon. Lalu, Umar turun dari unta dan berjalan mengambil serbannya.

“Wahai Amirul Mukminin mengapa engkau mengambil sendiri serban itu? Bukankah kita bisa mengambilnya dengan mengendarai unta,” tanya sang pemilik unta kepada Umar terheran-heran. “Tidak, saya menyewa unta hanya untuk pergi bukan untuk kembali,” ujar Umar. “Mengapa engkau tidak menyuruhku mengambilnya,” tanya pemilik unta penasaran. “Tidak juga, karena serban itu bukan milikmu, tapi milikku,” ujarnya dengan mantap.

Kisah di atas menggambarkan keteladanan seorang pemimpin yang patut ditiru dalam memanfaatkan kedudukannya. Meski Umar berkedudukan sebagai khalifah, ia tidak ingin seenaknya memerintah atau memperlakukan rakyatnya tanpa kendali. Baginya, kedudukan bukanlah sekat atau struktur egoisme atau kesombongan, tapi menjadi jembatan untuk memberikan jalan terbaik bagi rakyatnya.

Umar juga tak pernah melampaui batas dalam menggunakan barang milik rakyat ketika dia harus menyewanya. Pendek kata, Umar Abdul Aziz adalah sosok pemimpin lurus (adil) yang tidak semaunya menggunakan tenaga kaum lemah. Ia tidak duduk terlena di atas tahta singgasana.

Umar Abdul Aziz adalah pemimpin yang sangat cepat mencairkan kebekuan rakyat dengan jalan arif dan memudahkan. Pangkat dan kedudukannya tidak menjadikannya jadi penghalang untuk turun ke lapangan guna membantu dan menyelesaikan segala kesulitan yang dihadapi rakyat. “Permudahlah urusan umat manusia dan jangnlah kalian persulit,” sabda Nabi SAW.

Kisah Teladan II

Diriwayatkan dari Mughirah bin Hakim beliau berkata, "Fathimah binti Abdul Malik isteri Umar bin Abdul Aziz menuturkan kepadaku, 'Wahai Mughirah, Dialah orang yang paling banyak shalat dan puasanya dibanding manusia lain. Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih takut di hadapan Allah selain Umar. Jika telah selesai shalat Isya’ ia duduk di Masjid sambil mengangkat kedua tangannya seraya menangis hingga matanya mengantuk. Sebentar kemudian ia kembali terbangun, lalu berdoa dengan mengangkat kedua tangannya serta menangis sampai mengantuk lagi'."

Sementara itu an-Nadhar bin Arabi berkata, "Ketika aku berkunjung ke tempat Umar bin Abdul Aziz ia selalu menggigil, seakan-akan seluruh duka manusia menimpa pada dirinya."

Diriwayatkan dari Ibrahim bin Ubaid bin Rifa’ah dia berkata, "Aku menyaksikan Umar bin Abdul Aziz dan Muhammad bin Qais sedang bercakap-cakap. Tiba-tiba aku melihat Umar menangis sampai tulang rusuknya berdetak."

Bahwasanya Umar bin Abdul Aziz rahimahullah tidak pernah kering air matanya karena bunyi syair berikut ini"Tidak ada kebaikan dalam hidup seseorang yang tidak bernasib baik di sisi Allah, kelak di hari penentuan."

WAFATNYA UMAR II

Umar bin Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya. Umat Islam datang berziarah melihat kedhaifan hidup khalifah sehingga ditegur oleh menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu", dibalas isterinya, "Itu saja pakaian yang khalifah miliki".

Apabila beliau ditanya “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan sesuatu kepada anak-anakmu?” Umar Abdul Aziz menjawab: "Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa." "Mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?" "Jika anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah"

Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan berkata: "Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama : menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka, kedua: kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga (kerana tidak menggunakan uang rakyat). Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga." (beliau tidak berkata : aku telah memilih kamu susah).

Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz.


Read more>>

Kamis, 20 September 2012

Ikhlas

"Please, ikhlaskan saja uangmu itu.."
"Tidak akan, sudah ku anggap hutangmu untukku!"
"Tapi kan cuma permen.."
"Sama saja, aku tetap rugi!"
"Alah, nggak banyak kok.."
"Nggak banyak gimana?"
"La iya, nggak banyak, cuman 500 doang.."
"Iya emang cuman 500, 500 ribu!"
"Hehe.."

Itu penggalan cerita sekedar untuk menyegarkan kita saja. Ya, walaupun garing, tapi setidaknya sudah membuat kalian tahu apa yang akan dibahas dalam postingan kali ini. Yak, ikhlas. Ikhlas adalah kata yang pasti sering kita dengar. Tapi, apakah kalian tahu ikhlas itu sebenarnya apa? Tentunya, di sini akan dibahas ikhlas menurut agama.

Ikhlas menurut bahasa artinya bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu yang bersih tidak kotor. Sedangkan menurut istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridho Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukannya dengan yang lain. Dalam surat Al-An'am : 162 Allah berfirman yang artinya, "Katakanlah (Muhammad) : "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam." Ini menunjukkanbahwa semua amal itu untuk Allah, bukan yang lain.

Di dalam Shahih dari hadits Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, Allah SWT berfirman (hadis qudsi) yang artinya : "Aku adalah Yang paling tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amal ibadah yang ia menyekutukan-Ku bersama-Ku, niscaya Aku meninggalkannya dan sekutunya." (HR. Muslim). Ini berarti, Allah akan meninggalkan orang yang berbuat amal bukan karena ridho Allah, Dia akan mengacuhkannya sehingga otomatis amalnya tidak akan diterima.

Syarat diterima suatu amal ada dua, yaitu ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Fudhail pernah berpendapat (disandarkan pada firman Allah Ta'ala di surat Al-Kahfi : 110) : "Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, maka juga tidak akan diterima. Sehingga amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Ta'ala dan benar jika sesuai dengan sunnah Nabi SAW." Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, "Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat."

Seseorang yang beramal dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dan harta benda duniawi yang diperolehnya tidak akan mendapat pahala dari Allah. Dan di dalam sunnah Abu Dawud, dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya seorang laki-laki berkata : "Ya Rasulullah, seorang lelaki ingin berjihad di jalan Allah SWT, sedangkan ia (juga) ingin mendapatkan harta benda dunia." Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada pahala untuknya." Ia mengulanginya tiga kali sedangkan Nabi SAW tetap bersabda, "Tidak ada pahala untuknya." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Jika dia beribadah tidak untuk Allah, hanya untuk mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya, maka dia termasuk orang yang berbuat riya', sedangkan riya' itu merupakan sifat atau ciri khas orang munafik seperti disebutkan dalam suran An-Nisa' : 142. Riya' juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan, yaitu syirik kecil. Dan orang yang berbuat riya' pasti mendapat hukuman dari Allah berupa neraka karena amal mereka yang tidak ikhlas kepada Allah. Semoga kita tidak termasuk dalam golongan ini.

Orang ikhlas adalah orang yang mulia, ciri-ciri orang ikhlas yaitu :
  • Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam menjalankannya, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang lain, baik ada pujian maupun celaan
  • Terjaga dari segala yang diharamkan oleh Allah, baik dalam keadaan bersama manusia maupun jauh dari mereka
  • Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seseorang yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya, sebagaimana ia merasa senang jika terlaksana oleh tangannya

Dari apa-apa yang bisa saya postkan semoga bisa bermanfaat bagi para readers. Ambil manfaatnya dan buang yang tidak penting. Setelah tau semua ini, semoga kita bisa mempraktekkannya dalam dunia nyata dan Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang ikhlas. (Aamiin). Tunggu postingan selanjutnya yaaaaa.. ^^
Read more>>

Kamis, 13 September 2012

Sabar

Sabar? Sabar itu apa ya? Menurut kalian sabar itu apaan sih? Apakah sabar itu musti menahan amarah? Ya pa ndak? Untuk tau lebih jauh, mari kita baca artikel ini..

Sabar menurut bahasa berarti menahan dan mengekang. Di antaranya disebutkan pada Q.S. Al-Kahfi : 28 "Dan tahanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka." Sabar menurut istilah ialah menerima ketentuan dari Allah dengan lapang dada dan selalu khusnudzon kepada Allah. Lawan dari sabar ialah jaza'u yang berarti sedih dan keluh kesah.

Dalam Q.S. Al-Baqarah : 153, Allah berfirman yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah bersama orang-orang yang sabar." Ini menunjukkan bahwa dengan sabar, kita selalu ditemani oleh Allah Ta'ala di manapun kita berada karena Allah pasti akan melindungi kita.

Sabar banyak sekali macam dan contohnya. Yang pertama, sabar saat menerima musibah. Sabar seperti ini sering sekali dinasihatkan kepada banyak orang. Jika kita terkena musibah hendaknya kita menerima dengan lapang dada karena semua itu berasal dari ketentuan Allah untuk kita. Seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah : 155-157 yang intinya, Allah pasti menguji seluruh hamba-Nya dengan berbagai macam musibah. Jika hamba itu sabar, maka Allah akan memberi ampunan dan pahala serta petunjuk kepada hamba yang bersabar tersebut.

Yang kedua adalah sabar untuk taaat. Seseorang harus sabar dan giat tanpa mengeluh sehingga dapat mencapai tujuannya dan mendapat pahala dari Allah. Yang ketiga, sabar menghindari maksiat. Jika kita digoda untuk berbuat maksiat, kita harus sabar dan berusaha agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan tersebut. Yang keempat, sabar terhadap jabatan dan kedudukan. Jika kita belum mendapat jabatan yang kita inginkan, kita harus bersabar, karena mungkin di mata orang lain kita belum pantas menduduki jabatan itu, dan lebih baik lagi jika kita bisa introspeksi dan memperbaiki diri.

Yang kelima, sabar dalam menghadapi syahwat atau al-shabru al-Nafsi (kesabaran moral) yang berarti tuntutan hawa nafsu. Bentuk kesabaran ini bermacam-macam, seperti sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan (iffah), sabar dalam kondisi berkecukupan yang kebalikannya disebut sombong (al-bathr), sabar dalam peperangan (berani/syaja'ah) yang kebalikannya disebut pengecut (al-jubnu), sabar dalam menahan marah atau lemah lembut (al-hilmu) yang kebalikannya disebut emosional (tadzammur), dan masih banyak lagi.

Nah, udah tau kan sabar itu kayak gimana aja? Tambah pinter dong. Setelah tau itu semua, kita pasti berharap agar termasuk dalam golongan yang sabar, lha ya pa ndak? Oleh karena itu, kita harus senantiasa berdo'a kepada Allah Ta'ala agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang sabar (Aamiin). 

Aku kira cukup sekian post edisi ini. Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi kita semua.. :)
Read more>>

Rabu, 12 September 2012

Masuk ke Selokan


Saya termasuk pemula pembuat blog, jadi untuk kali ini, saya akan bercerita saja sekedar untuk melatih kemampuan saya.

Saat itu, tepatnya tanggal 1 Februari 2012, aku mengalami suatu hal, singkat ceritanya seperti ini..


Duduk termangu, ya, itu aku, aku sedang membayangkan betapa senangnya Study Tour bulan lalu. Ah, betapa cerobohnya aku. Mengendarai becak saja tidak bisa. “Hahaha..”, tawa pun terlepas dari bibirku. Aku tak sanggup menahan tawa mengingat betapa konyolnya aku waktu itu.

Saat itu, hari kedua Study Tour, aku dan teman-teman seangkatanku menuju tujuan kami selanjutnya, yaitu TMII (Taman Mini Indonesia Indah), setelah sebelumnya kami telah bersenang-senang di Masjid Istiqlal, Monas, Dufan, dan PPIPTEK.

Ku kayuh becak yang ku sewa bersama teman-temanku. Ya, ini bukan becak biasa. Becak ini dikayuh oleh empat orang. Tapi, becak ini tetap dikendalikan oleh satu orang. Oh, iya, becak ini nggak beroda tiga, tapi empat.

Ku angkat tangan kananku, ku arahkan, lalu ku tekan sebuah tombol. Ya, aku sedang memotret, memotret pemandangan di sini. Pemandangan di sini cukup asri, ditambah tadi habis hujan, aku berharap bisa memotret pelangi secara tak sengaja dari kameraku, tapi aku rasa tidak mungkin karena Jakarta terlalu banyak polusi, sehingga bintang saja pun tidak kelihatan dari sini.

Sebelumnya, aku dan teman-temanku membuat perjanjian, karena waktu sewa hanya satu jam dan kami cuman berempat, maka tiap orang diberi waktu 15 menit. Kini giliranku. Ku gunakan kesempatan ini untuk berkeliling sejauh-jauhnya. Sebenarnya track kami tidak jauh, cukup dekat dengan tempat persewaan becak ini, soalnya kami sudah diwanti-wanti si pemilik becak supaya nggak jauh-jauh.

Ku nikmati kesempatanku dengan baik. Kami sempat berhenti di toilet untuk buang hajat. Ah, teman-temanku memang licik. Mereka ke toilet saat jatahku, biar waktuku berkurang. Aku pun harus menunggu mereka cukup lama.

Ini foto saat kami sedang berhenti di toilet sekedar untuk buang hajat.

Setelah mereka selesai, ku lanjutkan kesempatanku ini. Mulai kunikmati lagi. Tapi saat di pertigaan, aku dah berniat untuk belok kiri. Tiba-tiba terdengar dari telinga ksebelah kiriku, “Va, lurus va!”, kata salah satu temanku setengah berteriak. Aku langsung memutar kemudi 180 derajat ke kanan. Ku lihat ada selokan di depanku. Aku panik.

     “Aaaaaa...!!”
     “Va, awas, Va!!”
     “Belok, Va!!”

Teriakan temanku membuat aku semakin panik. Aku seperti kehilangan ingatan waktu itu. Kemudi hanya ku pegang tanpa ku putar balik dan rem pun ku lupakan. Aku semakin kehilangan ingatan. Ku rasakan salah satu roda becak sudah masuk ke selokan. Aku berteriak, “Oh, iyo, rem! Oh, iyo, rem!”. Kejadian itu cukup membuat aku ingat kembali. Spontan aku menarik rem sekuat-kuatnya. Sayang, sudah terlambat! Becak sudah berhenti sejak tadi dan separuh badan becak sudah masuk ke selokan. Teman-temanku segera keluar dari dalam becak dengan tergesa-gesa.

“Hahahahahahahahahahahaha!!”, terdengar gelak tawa dari teman-teman yang menyaksikan. Tak bisa terelakkan aku dan teman-temanku yang naik becak bersamaku juga tertawa lepas bersama mereka. Ini sungguh konyol. Aku membayangkan betapa cengohnya wajah-wajah kami saat masuk selokan. Sungguh memalukan.

Tawa mereda. Aku dan teman-temanku mulai berusaha mengangkat becak itu kembali ke jalan dengan dibantu beberapa teman yang lain, dan akhirnya bisa. Aku trauma menyetiri becak itu lagi. Kuserahkan kesempatanku menyetir yang tinggal beberapa menit lagi kepada temanku yang lain.

Aku pun naik becak kembali. Ku rasakan sesuatu yang berbeda, karena merasa tidak nyaman, aku pun tukar tempat dengan temanku. Temanku yang menempati tempatku juga merasakan hal yang sama, dia cari-cari, ternyata pedal becak tersebut ada yang bengkok. Cukup parah memang, tapi tidak terlalu terlihat.
Teman-teman menyarankan agar dikembalikan tanpa memberitahukan kepada si pemilik. Untuk mengelabuinya, pedal yang bengkok disembunyikan di antara becak yang lain. Sungguh licik. Tapi tak apalah, yang penting kami nggak disuruh ganti rugi.

Di tengah jalan, aku teringat handphone-ku. Ya, handphone-ku dipakai untuk jaminan penyewaan becak saat kami bertransaksi tadi. Bagaimana kalau pemiliknya tahu dan terpaksa mengambil handphone-ku? Semoga saja tidak. Ah, sungguh malang nasibku.

Becak sudah kembali ke pemiliknya dan sudah pula diparkir sesuai rencana. Untunglah si pemilik tidak mengetahuinya, sehingga handphone-ku bisa kembali dengan selamat. Kami pun segera menuju ke dalam bis sebelum si pemilik sadar akan kelicikan kami. Haha, dalam hati, aku sangat senang hari itu.


Semoga bermanfaat, saya sadar ini masih banyak kekurangan, terimakasih..
Read more>>