Assalamu'alaikum Sobat! Kembali lagi nih di postingan sayaa setelah belasan hari tak berkunjung tambah XD kali ini saya akan membahas salah satu tokoh Islam yang harus kita kagumi pake banget ngett. Siapakah? Yup, sudah tersurat di judul! Yuk langsung ajah, cekidot!
Nama beliau Muhammad bin Jarir bin Yazid
bin Katsir bin Ghalib. Orang-orang sekitar beliau kerap memanggil dengan
sebutan Abu Ja’far dan generasi setelahnya menyebutnya dengan Imam Ath-Thabari. Kata Ath-Thabari berkaitan dengan tempat kelahiran
beliau yang bernama Thabaristan, saat ini masuk dalam wilayah negara Iran.
Kehadiran Islam di daerah ini terjadi pada tahun 22 H melalui sebuah perjanjian
damai pada masa kepemimpinan Umar bin Khaththab melalui panglimanya, Suwaid bin
Muqarrin al-Muzani. Peristiwa ini terjadi tidak lama setelah pasukan Islam
berhasil menaklukkan kota al-Ray yang kini bernama Teheran.
Ulama yang lahir pada tahun 225 H ini
adalah anak dari seorang pencinta ilmu yang hidup sederhana. Ayah Ath-Thabari
sangat menginginkan anaknya menjadi seorang ulama yang bisa menjadi rujukan dan
panutan. Walau harus berkerja keras seadanya, Jarir bin Yazid bersikeras
membiayai Ath-Thabari untuk berkeliling ke beberapa negeri untuk mencari ilmu.
Keinginan ini memang bukan tanpa alasan.
Karena sejak kecil, Ath-Thabari telah menunjukkan bakat-bakat itu. Di usia
tujuh tahun, Ath-Thabari telah hafal Alquran. Pada usia delapan tahun, ulama
kecil ini sudah terbiasa mengimami masyarakat sekitar dalam shalat-shalat
berjamaah. Dan di usia sembilan tahun, Ath-Thabari sudah mulai fokus
mempelajari hadits. Di usia yang masih belia itu, Ath-Thabari sudah mempelajari
sekitar 100 ribu hadits.
|
kuatangantangan.wordpress.com |
Pada usia 12 tahun, ayah Ath-Thabari
akhirnya merelakan putera kesayangannya untuk berkeliling negeri mencari ilmu.
Dengan bekal uang yang pas-pasan, sejumlah negeri berhasil dikunjungi
Ath-Thabari demi mencari ilmu dari para ulama yang kredibel di bidangnya.
Negeri-negeri itu antara lain, Bagdad, Bashrah, Kufah, Damaskus, Beirut, dan
Mesir.
Di setiap negeri yang disinggahi,
Ath-Thabari mempunyai guru-guru besar dan menjadi rujukan pada bidang
masing-masing di masa itu. Di Bagdad, Ath-Thabari belajar fiqih mazhab Syafi`i
kepada al-Hasan al-Za`farani (w.259H) dan Abu Sa`id al-Ashthakhari (w.328), dan
belajar ilmu qira'at kepada Ahmad bin Yusuf al-Taghlibi (w.277H), seorang ulama
qira'at paling terkemuka di masanya. Di Bashrah, Ath-Thabari belajar hadits
kepada Abu Abdullah al-Shan`ani (w.245H), guru hadits Imam Muslim, al-Tirmidzi,
al-Nasa'i dan Ibn Majah, dan Abu al-Asy`ats (w.253H), guru hadits Imam
al-Bukhari dan al-Nasa'i. Di Kufah, al-Thabari belajar ilmu puisi kepada
Tsa`lab (w.291H), ulama Nahwu dan bahasa Arab paling terkemuka di Kufah. Di
Beirut, al-Thabari belajar ilmu qira'at kepada al-Abbas ibn al-Walid al-`Adzri,
ulama qira'at kenamaan sekaligus pengikut mazhab al-Auza`i. Sedangkan di Mesir,
Ath-Thabari belajar fiqih langsung kepada kolega Imam al-Syafi`i, yaitu
al-Muzani (w.268H) dan belajar fiqih Maliki kepada Ibnu Abd al-Hakam dan Yunus
bin Abd al-A`la.
Tidak kurang sekitar empat puluh tahun,
Ath-Thabari menghabiskan waktu untuk fokus mencari ilmu di beberapa negeri dan
dengan beberapa ulama terkemuka itu. Selama itu pula, Ath-Thabari hidup dalam
kesederhanaan. Dan dari keseriusannya dalam mencari ilmu, Ath-Thabari menguasai
begitu banyak spesialisasi keilmuan. Mulai dari tafsir Alquran, Hadits, bahasa,
sastera, psikologi, bahkan ilmu kedokteran.
Sejak itu, Ath-Thabari mulai hidup menetap di sebuah daerah di Bagdad. Dan
waktunya ia curahkan untuk mengajar dan menulis sejumlah karya besar yang
hingga kini masih menjadi rujukan umat. Salah satu sifat beliau yang sangat dikagumi orang-orang sekitarnya adalah
zuhudnya dengan kehidupan dunia. Ath-Thabari tidak mau menerima hadiah dari
siapa pun, kecuali ia mampu membalas si pemberi hadiah tersebut dengan yang
senilai atau lebih.
Suatu kali, karena sebuah karya beliau yang
begitu bagus, seseorang menghadiahkan Ath-Thabari uang sebesar 3000 dinar atau
setara dengan 6 milyar rupiah. Dengan sopan, hadiah itu ditolak Ath-Thabari.
”Aku tidak bisa membalas hadiah sebesar itu dengan yang lebih baik,” ucap
Ath-Thabari. Mendapati jawaban itu, sang pemberi pun menegaskan bahwa hadiah itu bukan untuk
mendapatkan balasan dari Ath-Thabari. Tapi, karena ingin mendekatkan diri
kepada Allah. Tetap saja, Ath-Thabari menolak pemberian itu.
Seorang menteri pernah meminta Ath-Thabari
untuk menuliskan sebuah ringkasan kitab fikih yang bisa memudahkannya untuk
mempelajari dan mengamalkan ibadah. Setelah selesai ditulis, sang menteri
menghadiahkan Ath-Thabari uang sebesar 1000 dinar atau senilai 2 milyar rupiah.
Dan, uang itu pun ditolak Ath-Thabari. ”Tidakkah engkau bisa gunakan uang itu
untuk bersedekah?” tulis sang menteri dalam surat khususnya kepada Ath-Thabari.
Tapi, tetap saja, uang itu ia tolak.
Seorang perdana menteri saat itu,
sedemikian terkagumnya dengan keilmuan Imam Ath-Thabari, menyatakan diri untuk
bertaklid dengan beliau. Ia menawarkan Ath-Thabari jabatan semacam hakim agung
di wilayah kekuasaannya. Tapi, tawaran itu langsung ditolak Ath-Thabari. Penolakan itu sangat disesalkan orang-orang terdekat Ath-Thabari. Mereka
berdalih, ”Kalau saja kamu menerima jabatan itu, kamu bukan sekadar mendapatkan
gaji besar. Tapi juga bisa menghidupkan pengajian sunnah yang biasa kamu
lakukan!” Mendapati ucapan itu, Imam Ath-Thabari menjawab, ”Sungguh, aku
mengira kalian akan mencegahku ketika aku senang dengan jabatan itu!”
Selain itu, beliau dikenal sangat disiplin
dengan waktu. Qadhi (hakim) Abu Bakar Ahmad bin Kamil mengatakan bahwa Ibnu
Jarir apabila telah selesai makan pagi beliau tidur sebentar, kemudian
menunaikan shalat dhuhur lalu menulis sampai tiba waktu Ashar. Setelah Ashar
beliau mengajar hingga waktu Maghrib kemudian mengajar fiqh hingga Isya’.
Setelah Isya’ beliau pulang untuk beribadah di rumahnya. Maka tidak heran
selama hidupnya, Ibnu Jarir jumlah karya Ibnu Jarir Ath-Thabari lebih dari 300
ribu lembar.
Allah swt. memanggil ulama terkemuka nan
zuhud ini di usia 85 tahun. Imam Ath-Thabari meninggal pada tanggal 26 Ramadhan
tahun 310 H di Bagdad. Sepanjang usianya, Imam Ath-Thabari menghabiskan umurnya
untuk belajar dan mengajarkannya kepada umat.
Salah satu ucapan yang begitu berkesan dari
Imam Ath-Thabari adalah hindari kekayaan yang membuat diri menjadi sombong. Dan
hindari kemiskinan yang membuat diri menjadi suka meminta.
Nah itu tuh, sedikit yang bisa saya sampaikan tentang Imam Ath-Thabari. Semoga bermanfaat yaaaah. See you next time! Wassalamu'alaikum. ^^